Terkadang aku terpana. Melihat pantulan yang demikian berbeda. Sepertinya tidak mungkin pribadi yang sama, dengan FOE dan FOR yang sama. Dua puluh tahun ia berkelana, mampir kesana dan kesini. Tidak mengenal kata lelah, karna tiap rasa berbeda yang dikecap lingua.
Tapi ia tahu suatu saat akan tiba waktunya. Detik dimana ia terpuruk pada keberadaan seseorang. Dan ternyata satu menjadi tunggal adalah nikmat. Jauh lebih indah dari variasi yang mulai terasa membosankan. Karena ia mulai mengeja kata p.u.l.a.n.g walau dengan terbata-bata.
Saat lurus menjadi rutinitas, hidup terasa sungguh seperti roda yang berputar. Ternyata nasib menikamnya dari belakang dan berjalan membelakanginya. Menyisakan dua pilihan. Tetap pada jalur, atau kembali ke pemikiran lama.
Setelah hampir dua bulan berlalu, berloncatan kata m.o.n.o.t.o.n
Maaf, mungkin itulah sang diri yang baru membiasakan diri berjalan lurus,
hingga terasa mulai sedikit, dan nantinya akan amat membosankan.
Jangankan jadi orang baik, berjalan lurus saja susahnya bukan main. Belum lagi sebenarnya harus terus-menerus bermain 'sibakkan kelir, dimana misterinya?'. Apakah semua memang sesulit itu? Tidak dapatkah kita hidup tanpa sebuah permainan dan sandiwara? Karena sungguh yang kucari bukan siapa memenangkan apa dan terhadap siapa.
No comments:
Post a Comment